066. Golog Stone - Batu Golog - Nusa Tenggara Barat


A long time ago in the area near the river Padamara Sawing in West Nusa Tenggara lived a poor family. The wife was named Inaq Lembain and her husband named Amaq Lembain. Their livelihoods are agricultural laborers. Every day they walk to village offers strength to pound rice. If Inaq Lembain pound rice that came with her ​​two children as well.

One day, when she was busy pounding rice, two children set it on a flat rock near where she worked. Surprisingly, when Inaq started mashing, where they sat stone increasingly rising. Feel like removed, then her eldest son started calling his mother.

"Mom is getting high rock." But unfortunately Inaq Lembain was busy working.

She replied, "My son wait a minute, she had just pounding."

That happened repeatedly. Flat rock was increasingly grow to more than palm trees. The two boys then shout uncontrollably. However, Inaq Lembain keep busy pounding and winnowing rice. The sound of children's increasingly faint. Finally, the voice was not heard from again. Stone Goloq it higher and higher. Up to bring the children reach the clouds. They were crying uncontrollably. Only then Inaq Lembain realized, that her children were gone. They were taken up by Stone Goloq.


= = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = =

Pada jaman dahulu di daerah Padamara dekat Sungai Sawing di Nusa Tenggara Barat hiduplah sebuah keluarga miskin. Sang istri bernama Inaq Lembain dan sang suami bernama Amaq Lembain. Mata pencaharian mereka adalah buruh tani. Setiap hari mereka berjalan kedesa-desa menawarkan tenaganya untuk menumbuk padi. Kalau Inaq Lembain menumbuk padi maka kedua anaknya menyertai pula.

Pada suatu hari, ketika ia sedang asyik menumbuk padi, kedua anaknya ditaruhnya diatas sebuah batu ceper didekat tempat ia bekerja. Anehnya, ketika Inaq mulai menumbuk, batu tempat mereka duduk makin lama makin menaik. Merasa seperti diangkat, maka anaknya yang sulung mulai memanggil ibunya.

"Ibu batu ini makin tinggi."

Namun sayangnya Inaq Lembain sedang sibuk bekerja.

Dijawabnya, “Anakku tunggulah sebentar, Ibu baru saja menumbuk."

Begitulah yang terjadi secara berulang-ulang. Batu ceper itu makin lama makin meninggi hingga melebihi pohon kelapa. Kedua anak itu kemudian berteriak sejadi-jadinya. Namun, Inaq Lembain tetap sibuk menumbuk dan menampi beras. Suara anak-anak itu makin lama makin sayup. Akhirnya suara itu sudah tidak terdengar lagi. Batu Goloq itu makin lama makin tinggi. Hingga membawa kedua anak itu mencapai awan. Mereka menangis sejadi-jadinya. Baru saat itu Inaq Lembain tersadar, bahwa kedua anaknya sudah tidak ada. Mereka dibawa naik oleh Batu Goloq.


No comments:

Post a Comment