Adalah seorang saudagar bernama H.Sahak, mempunyai seorang istri bernama Andun, dan seorang anak perempuan bernama Sayu.
Suatu ketika H.Sahak bersama
keluarganya pergi berdagang ke Palembang. Saat mereka pulang dari
perdagangannya tersebut di sebuah desa di tepian hutan, mereka
kemalaman. Untuk itu mereka berniat bermalam di tempat tersebut. Tanpa
disadari oleh H.Sahak, ternyata kepergian dirinya untuk berdagang
tersebut sudah diintai oleh kawanan perampok yang dikepalai oleh
Medasing.
Maka ketika malam tiba, datanglah
lima perampok tersebut untuk menguras harta benda yang dibawa oleh
H.Sahak. Karena melakukan perlawanan, terjadilah pertengkaran hebat.
Melihat kondisi yang tidak seimbang tersebut, akhirnya H.Sahak
terbunuh. Kawanan perampok yang sudah berhasil membunuh H.Sahak segera
membawa barang-barang berharga yang dimiliki oleh H.Sahak, namun
Medasing dan komplotannya merasa belum puas. Sedangkan Sayu yang masih
polos tersebut dibawa lari oleh kawanan pengacau tersebut. Sayu anak
H.Sahak ikut menjadi korban, Sayu pun dibawa lari ke dalam hutan. Kini
yang tertinggal hanyalah Andun, Istri H.Sahak. Dengan perasaan sedih
pulanglah ia.
Pada bagian lain dikisahkan, seorang
suruhan bernama Samad. Samad termasuk kawanan perampok, tetapi tugasnya
sebagai mata-mata. Mendengar temannya berhasil merampok, maka
datanglah Samad menemui temannya tersebut untuk mendapatkan bagiannya.
Saat itulah Samad bertemu dengan
Sayu. Begitu melihat kecantikan Sayu, maka muncul niat jahatnya untuk
melarikan gadis malang tersebut. Dengan akal busuk dan tipu dayanya ia
katakan kepada Sayu, bahwa ia akan menyelamatkannya dari cengkeraman
perampok tersebut. Dijanjikan pula bahwa Sayu akan dibawa pulang dan
dikembalikan kepada orangtuanya.
Sayu merasa curiga terhadap niat baik
Samad. Akhirnya Sayu tahu bahwa ternyata Samad adalah orang suruhan
Medasing kepala perampok tersebut.
Tentang Medasing, sebenarnya dia bukan
keturunan perampok. Ia dilahirkan di sebuah kampung dari keluarga
biasa. Saat ia masih kecil, kampungnya dijarah perampok, serta dibakar
habis. Ketika kepala perampok yang memeliharanya meninggal, maka
Medasing oleh kawan-kawannya dinobatkan sebagai gantinya yakni kepala
perampok.
Setelah membunuh H.Sahak, karir
Medasing mulai menurun. Beberapa kali Dia merencanakan perampokan,
namun selalu gagal. Bahkan dalam suatu peristiwa, dia nyaris terbunuh
saat bertempur melawan kompeni. Hal itu terjadi karena pengkhianatan
Samad. Berturut-turut anggota Medasing tewas. Medasing sendiri
mengalami musibah dalam pertempuran tersebut. Tangan Medasing patah.
Sejak saat itu tinggallah mereka berdua di tengah hutan bersama Sayu.
Karena khawatir tidak ada makanan untuk persediaan mereka, maka Sayu
yang biasanya tidak berani dengan Medasing, maka kini ia sering
berbicara serta memberikan saran-saran kepada Medasing.
Akibat dari pergaulannya dengan Sayu,
maka Medasing akhirnya menjadi orang yang baik. Dibagian akhir
dikisahkan Medasing dan Sayu akhirnya menjadi sepasang suami istri.
Judul : Anak Perawan Disarang Penyamun
Pengarang : Sutan Takdir Alisjahbana
Lahir : Natal, Sumatera Utara, Indonesia, 11.02.1908
Wafat : 17.07.1994
Pengarang : Sutan Takdir Alisjahbana
Lahir : Natal, Sumatera Utara, Indonesia, 11.02.1908
Wafat : 17.07.1994
Riwayat Pengarang :
Sutan Takdir Alisjahbana (STA)
menamatkan HKS di Bandung (1928), meraih Mr. dari Sekolah Tinggi di
Jakarta (1942), dan menerima Dr. Honoris Causa dari UI (1979) dan
Universiti Sains, Penang, Malaysia (1987). Diberi nama Takdir karena
jari tangannya hanya ada 4.
- Pernah menjadi redaktur Panji Pustaka dan Balai Pustaka (1930-1933), kemudian mendirikan dan memimpin majalah Pujangga Baru (1933-1942 dan 1948-1953), Pembina Bahasa Indonesia (1947-1952), dan Konfrontasi (1954-1962). Pernah menjadi guru HKS di Palembang (1928-1929), dosen Bahasa Indonesia, Sejarah, dan Kebudayaan di UI (1946-1948), guru besar Bahasa Indonesia, Filsafat Kesusastraan dan Kebudayaan di Universitas Nasional, Jakarta (1950-1958), guru besar Tata Bahasa Indonesia di Universitas Andalas, Padang (1956-1958), dan guru besar & Ketua Departemen Studi Melayu Universitas Malaya, Kuala Lumpur (1963-1968).
No comments:
Post a Comment